TAFSIR RADIKALISME ISLAM MENURUT GUS DUR

Maraknya kembali peristiwa terorisme akhir-akhir ini tentu sangat menganggu ketenangan batin kita semua. Berdasarkan hasil penyelidikan pihak yang berwajib, beberapa aksi terorisme tersebut masih berkaitan dengan kelompok pergerakan islam radikal. Kelompok ini sangat begitu menekankan pentingnya ideologisasi dan formalisasi islam dalam institusi Negara. Menurut Gus Dur dalam bukunya ; islamku, islam anda dan islam kita, pandangan seperti ini disebut sebagai paradigma islam legal-eksklusif. Sebuah paradigma yang meyakini bahwa islam bukan hanya agama, tetapi juga sebuah sistem hukum yang lengkap, sebuah ideologi universal dan sistem paling sempurna yang mampu memecahkan seluruh permasalahan kehidupan umat manusia. Para pendukung paradigma legal-ekslusif meyakini bahwa islam adalah totalitas integratif dari tiga “D”, yaitu Din (agama), Daulah (Negara), dan Dunya (Dunia). Artinya dalam presfektif mereka seseorang baru berislam secara sempurna (kaffah) ketika islam menjadi ideologi bagi dirinya, dan terlibat dalam perjuangan pewujudan islam sebagai ideologi negara dan dunia.
Pertanyaan fundamentalnya adalah benarkah bahwa islam harus dijadikan sebuah ideologi ?. Kemudian apakah pihak-pihak yang merintangi “perjuangan” kelompok seperti mereka boleh disimpulkan sebagai upaya perlawanan juga terhadap islam ?.
Gus Dur dalam tulisannya yang berjudul Islam : Ideologis atau Kultural ?, menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang muslim untuk menjadikan islam sebagai ideologi. Karena menurut Gus Dur tidak ada ayat Tuhan yang mewajibkan dan memerintahkan hal itu. Dalam presfektif Gus Dur seseorang sudah disebut sebagai seorang muslim sempurna ketika dia menerima prinsif-prinsif keimanan, menjalankan ajaran rukun islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan, menegakkan professionalisme, dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan ujian. Jadi keterlibatan dalam “perjuangan” pewujudan sistem islam, atau ideologisasi serta formalisme islam tidaklah menjadi salah satu syarat kesempurnaan keberislaman seseorang.
Apalagi menurut Gus Dur, dalam tulisannya berjudul Negara Islam adakah konsepnya ?. Dinyatakan bahwa dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dimana dalam presfektif syariat islam, seluruh perilaku Sang Rosul adalah sumber hukum ke dua setelah Al-Qur’an dalam agama islam. Tidak ditemukan satu konseppun bagaimana Negara islam tersebut berbentuk. Artinya dalam ajaran serta sejarah islam tidak ditemukan seperti apa bentuk dari Negara islam itu dicontohkan. Gus Dur memaparkan bahwa hal ini tampak dari berbeda-bedanya sistem peralihan kepemimpinan dari Nabi Muhammad SAW serta peralihan kepemimpinan diantara para khulafaurrosyidin. Yaitu dari Nabi Muhammad SAW kepada Abu bakar Shiddiq RA. Kemudian dari Abu bakar Shiddiq RA kepada Umar Bin Khattab RA. Dari Umar Bin Khattab RA kepada Utsman Bin affan RA. Dan dari Utsman Bin affan RA terhadap Ali Bin Abu Thalib RA. Semuanya memiliki sistem peralihan kepemimpinan yang berbeda-beda.
Gus Dur berpandangan bahwa yang lebih utama untuk diperjuangkan oleh kaum muslimin adalah bagaimana menjadikan ajaran-ajaran islam sebagai sumber inspirasi bagi perjuangan untuk menciptakan keadilan, meningkatkan kesejahteraan manusia, dan berbagai upaya demi mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan manusia di dunia. Gus Dur dalam berbagai tulisannya selalu memberikan pesan bahwa seluruh perjuangan islam dalam memperjuangkan nilai-nilai misi perjuangannya haruslah tetap berpedomen terhadap cara-cara damai. Sehubungan bahwa islam adalah agama yang membawa misi kerahmatan bagi seluruh alam.
Dalam tulisannya yang berjudul Surga dan Agama. Gus Dur mengatakan bahwa pandangan teroris tentang jaminan surga dari Tuhan bagi para pelaku teror hanyalah halusinasi kosong belaka. Olehkarenanya umat islam tidak perlu percaya terhadap doktrin-doktrin dalam faham mereka.
Dalam presfektif kenegaraan, Gus Dur selalu melihat islam dari kacamata kebangsaan, oleh karenanya Gus Dur menolak keras upaya pewujudan islam sebagai ideologi Negara di Indonesia, karena Gus Dur berpandangan bahwa pada waktu pendiriannya, kaum muslimin yang diwakili para ulamanya waktu itu, telah sepakat untuk menerima Indonesia sebagai Negara bukan agama. Sebuah contoh sikap toleransi dari para The Founding fathers bangsa dalam menghargai ragamnya keragaman yang ada yang perlu terus dilestarikan sebagai budaya bangsa.
Sebagai mayoritas penduduk terbesar di Indonesia, dalam presfektif Gus Dur, jihad bagi kaum muslimin Indonesia bukanlah memperjuangkan islam sebagai ideologi Negara, namun bagaimana memperjuangkan islam sebagai sumber inspirasi bagi terciptanya keadilan, serta kesejahteraan rakyat, dan berperan sebagai alat pemersatu, pendorong kemajuan, dan pengangkat martabat bangsa melalui gerakan kultural yang damai. Jadi segala bentuk gerakan terorisme yang dilakukan oleh para teroris yang mengatasnamakan islam seperti yang dilakukan selama ini, menurut Gus Dur adalah tindakan yang salah kaprah dan sangat menyesatkan.
Penulis adalah Warga Nahdliyin, Pemerhati gerakan islam, 
Motivator Today :
Jika engkau ingin merasa damai
dan berbahagia, berlakulah penuh kasih
kepada dirimu dan orang lain.

Dengannya,
...
engkau juga akan membahagiakan mereka
yang lebih penting bagimu, daripada
para pengiri-hati yang hanya berniat mendengkimu.

Alihkanlah kekuatan dari rasa kesal
dan marahmu itu, dari menjadikanmu gelisah
dan sulit tidur, menjadi pendamai dan
pembahagia dirimu dan mereka yang mengasihimu.